DPRD Sulteng
Kadis DPMPTSP Sebut Bupati Morut Tak Lakukan Kesalahan, Safri: Itu Tunjukkan Tak Mampu Baca Aturan
Safri menyebut Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, juga telah menegaskan akan menertibkan.
Penulis: Zulfadli | Editor: Regina Goldie
Laporan Wartawan TribunPalu.com, Zulfadli
TRIBUNPALU.COM, PALU – Anggota Partai Rakyat Demokratik (PRD) Sulawesi Tengah, Muhammad Safri, menilai pernyataan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Morowali Utara, Armansyah Abdul Patta, yang menyebut Bupati Delis Julkarson Hehi tidak melakukan kesalahan dalam penerbitan izin PT Cipta Agro Sakti (CAS), adalah keliru dan menunjukkan ketidakpahaman terhadap aturan.
"Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 138/PUU-XIII/2015 tentang uji materiil atas UU Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan sudah sangat jelas. Kegiatan usaha budi daya tanaman perkebunan dan/atau usaha pengolahan hasil perkebunan hanya dapat dilakukan oleh perusahaan perkebunan yang telah memiliki hak atas tanah dan izin usaha perkebunan," ujarnya kepada awak media, Rabu (4/6/2025).
Safri menyebut Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, juga telah menegaskan akan menertibkan perusahaan perkebunan sawit yang beroperasi tanpa Hak Guna Usaha (HGU).
"Penertiban yang dilakukan oleh Menteri Nusron bertujuan memastikan kepatuhan terhadap regulasi. Sementara pernyataan Kadis PMPTSP Morut justru menunjukkan ketidakmampuan para pembantu bupati dalam membaca aturan," tegasnya.
Safri menekankan bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat, sehingga wajib dilaksanakan oleh seluruh pihak.
Baca juga: Penyebab Gatot Kies Kibordis Band Ungu Meninggal, Punya Riwayat Hipertensi
"Oleh karena itu, izin lokasi atau Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKKPR) saja tidak cukup untuk memastikan kelayakan operasional kebun sawit secara penuh," lanjutnya.
Menurut Safri, PKKPR tidak hanya memberikan izin pemanfaatan ruang, tetapi juga mengatur pengendaliannya. Karena itu, Bupati semestinya tidak membiarkan kegiatan penanaman dilakukan sebelum perusahaan mengantongi HGU.
"Dalam ketentuan pemberian rekomendasi pemanfaatan ruang, selalu ada klausul yang mengharuskan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Jadi seharusnya Bupati tidak membiarkan kegiatan penanaman sebelum HGU terbit," ujar Safri.
Safri mengungkapkan bahwa PT CAS telah melakukan penanaman kelapa sawit seluas sekitar 3.000 hektar di Desa Kolo Atas, Boba, dan Opo sejak 2–3 tahun lalu.
Karena mendapat penolakan dari masyarakat di beberapa desa, perusahaan kemudian mengajukan perluasan kebun ke Desa Menyoe seluas sekitar 6.000 hektar. Total luas lahan yang diizinkan mencapai sekitar 9.000 hektar.
Baca juga: Kapolres Parimo Dicatut dalam Aksi Penipuan, Warga Diimbau Waspada
"Putusan MK memiliki kedudukan lebih tinggi karena bersifat final dan mengikat. Jadi, kalau PT CAS masih beroperasi tanpa HGU, patut diduga ada permainan antara perusahaan dengan oknum pejabat pemerintah daerah," tegasnya.
Safri juga menyoroti proses pemberian izin oleh DPMPTSP Morut yang dinilai mengabaikan laporan PT Langgeng Nusa Makmur (LNM) ke Polda dan Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah.
"Izin kepada PT CAS seharusnya mempertimbangkan laporan PT LNM terkait dugaan penyerobotan lahan, pelanggaran izin usaha perkebunan, dan penyimpangan tata kelola oleh PT CAS," tambahnya.
Menurut Safri, legalitas izin PT CAS saat ini sedang diusut Polda Sulawesi Tengah berdasarkan laporan PT LNM. PT CAS diduga beroperasi secara ilegal di Morowali Utara karena tidak memiliki izin lengkap dan melanggar aturan di sektor perkebunan dan lingkungan.
Lebih lanjut, Safri menanggapi pernyataan Staf Khusus Bupati Morut, Asnawi Rasyid, yang menyebut kehadiran Bupati dalam kegiatan penanaman sawit oleh PT CAS dilakukan di lahan jemaat gereja.
"Itu tidak benar. Warga menyampaikan kepada kami bahwa lahan tersebut bukan milik jemaat gereja, tetapi milik pribadi seorang warga bernama Bapak Mustakim. Jadi bagaimana publik bisa percaya pada pemerintah, jika staf khusus bupati saja bisa menyampaikan informasi yang tidak benar," ujarnya.
Sekretaris Komisi III DPRD Sulteng itu juga menegaskan bahwa kritik tajamnya terhadap kebijakan Bupati Morut semata-mata karena menjalankan mandat sebagai wakil rakyat.
"Kita tidak bisa menyenangkan semua orang. Menjadi wakil rakyat harus siap dicaci. Ada yang bekerja keras untuk hidup, ada yang bersuara untuk hidup. Itulah bedanya kami dengan mereka. Kami berpikir besar dan bertindak besar. Mereka hanya pandai bicara besar, tapi tidak jelas keberadaannya," katanya.
Mantan aktivis PMII itu juga mengingatkan banyaknya kepala daerah dan pejabat yang tersandung kasus korupsi terkait perizinan perkebunan sawit, termasuk dugaan suap dalam penerbitan izin.
"Kita ini digaji oleh rakyat untuk menyuarakan kebenaran, membela kepentingan masyarakat, dan menegakkan aturan. Bukan untuk memperkaya diri sendiri dengan menyalahgunakan kewenangan," pungkas Safri. (*)
Warning Sekolah Tak Jual Belikan Bangku Kelas, Wakil Ketua DPRD Sulteng: Laporkan ke Polisi |
![]() |
---|
Syarifudin Hafid Pimpin Rapat Banmus, Bahas Agenda Fungsi Pengawasan dan Reses |
![]() |
---|
Legislator PDIP Sulteng Alfiani Sallata Desak Pemerintah Evaluasi Aktivitas PT IRNC di Morowali |
![]() |
---|
Wakil Ketua II DPRD Sulteng Dukung Penuh 3 Program Utama Pemprov dalam Pengentasan Kemiskinan |
![]() |
---|
Tinjau Kawasan PT SEI, Komisi III DPRD Sulteng Desak Penghentian Penimbunan Sungai |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.