Tudingan 'Orang Besar' Berlanjut, Roy Suryo Cs Layangkan Somasi dan Minta Jokowi Minta Maaf
Roy Suryo dan timnya, Tim Advokasi Anti Kriminalisasi Akademisi, melayangkan somasi terbuka.
TRIBUNPALU.COM - Polemik ijazah Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali memanas.
Roy Suryo dan timnya, Tim Advokasi Anti Kriminalisasi Akademisi, melayangkan somasi terbuka.
Somasi ini ditujukan kepada Presiden Joko Widodo, di Kantor SAY & PARTNERS di Jakarta Selatan, Senin (4/8/2025) seperti ditayangkan Kompas TV.
Langkah ini menyikapi pernyataan Jokowi tentang "orang besar" di balik isu Ijazah Palsu.
Kuasa hukum Roy Suryo, Mulyadi, menilai pernyataan Presiden menyudutkan intelektual dan aktivis.
Tim advokasi menuntut Jokowi mencabut pernyataannya tersebut.
Mereka juga meminta Jokowi meminta maaf secara terbuka kepada publik.
Jika tidak, mereka akan menempuh jalur hukum.
Dalam pembacaan somasi oleh tim kuasa hukum Roy Suryo, yaitu Jahmada Girsang dan Mulyadi disebutkan bahwa Presiden Joko Widodo telah melaporkan Roy Suryo ke polisi atas dugaan pencemaran nama baik dan manipulasi data otentik terkait isu ijazah.
Namun, tim advokasi menilai laporan tersebut justru sarat dengan inkonsistensi dan muatan politis.
Mereka juga menuding ada niat jahat di balik laporan tersebut, termasuk pernyataan Jokowi soal 'orang besar' yang diduga mengendalikan isu tersebut.
Baca juga: Amnesti untuk Hasto, Rocky Gerung Baca Sinyal Rekonsiliasi Prabowo-Megawati
“Kami menilai pernyataan Presiden justru menyudutkan perjuangan intelektual dan aktivis. Jika tidak ada pencabutan dan permintaan maaf secara terbuka, kami akan menempuh langkah hukum baik pidana maupun perdata,” kata Mulyadi.
Dalam kesempatan yang sama, Roy Suryo menyampaikan bahwa pihaknya tengah mempersiapkan peluncuran buku berjudul “Ijazah Palsu Jokowi” setebal 500 halaman yang akan dirilis pada 17 Agustus 2025.
Ia juga merencanakan deklarasi terbuka di Yogyakarta sehari setelahnya.
Roy mengklaim telah mengantongi bukti kuat berupa lima bundel ijazah asli dari alumni Fakultas Kehutanan UGM angkatan 1985, yang akan ditunjukkan di persidangan sebagai pembanding.
“Hingga kini belum pernah ada bukti visual bahwa Presiden Jokowi secara langsung menyerahkan ijazah asli. Bahkan, yang dibawa ke publik hanya map tertekuk, bukan dokumen autentik,” ujar Roy.
Pernyataan lain juga diungkapkan Kurnia Tri Royani dan Said Didu.
Kurnia menyoroti aspek keabsahan hukum dalam proses peningkatan status kasus menjadi penyidikan oleh Polda Metro Jaya.
Ia menegaskan bahwa status ijazah Jokowi hanya dapat diputuskan keasliannya melalui pengadilan.
Sementara Said Didu menyatakan bahwa kekuatan besar diduga melindungi Jokowi dari proses hukum yang wajar.
Ia menilai upaya kriminalisasi terhadap para pengkritik justru memperkeruh suasana demokrasi.
“Ini bukan soal menyerang pribadi, ini soal kejujuran publik. Kami mendukung semua pihak yang menuntut kebenaran,” kata Said Didu.
Sementara Ahmad Khozinudin menyampaikan bahwa pihaknya merasa nama kliennya dirugikan akibat pelaporan yang mengarah pada dugaan fitnah dan pencemaran nama baik.
Ia menilai persoalan ini telah melebar dari ranah hukum ke wilayah politik yang memecah belah masyarakat.
Apalagi katanya disebut oleh Jokowi ada orang besar terkait tudingan mereka soal ijazah Jokowi.
“Jadi sakit sekali ya perasaan klien kami, dan kami juga turut tertuduh dalam persoalan ini, seolah-olah membela orang yang dikendalikan oleh orang besar dengan narasi orang besar,” kata Khozinudin.
Ia menekankan bahwa segala hal yang berkaitan dengan hukum seharusnya diselesaikan melalui jalur hukum.
Bukan melalui manuver politik seperti reuni atau polling opini publik.
“Reuni mau sekali, dua kali, bahkan seribu kali, itu tidak meningkatkan kualitas ijazah yang tadinya palsu misalnya ya menjadi asli. Enggak bisa,” tegasnya.
Ahmad Khozinudin dari Tim Pembela Ulama juga mengkritik penghentian penyelidikan Bareskrim.
Ia menuntut agar timnya bisa ikut meneliti dokumen yang sama.
"Tinggal berikan akses kepada klien kami," tegasnya.
Khozinudin juga menyoroti kasus Silvester Matutina.
Terpidana tersebut belum dieksekusi, padahal sudah divonis satu tahun enam bulan.
Ia menduga ada "kekuatan besar" di balik penundaan eksekusi.
Sementara, somasi kepada Jokowi disebut telah dikirim dan diyakini sudah diterima.
Roy Suryo Bantahan Tudingan Orang Besar
Sebelumnya, pakar telematika Roy Suryo membantah tudingan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan relawannya yang menyebut ada "orang besar" atau "Partai Biru" di balik polemik ijazah palsu.
Menurut Roy, isu tersebut tidak dimainkan oleh tokoh politik atau pihak manapun.
"Saya, dr. Tifa, Dr. Rismon itu tidak ada politik atau orang-orang besar di belakang. Kami semua independen, kami semua berjalan sendiri," ujar Roy dalam acara Kompas Petang di Kompas TV, Rabu (30/7/2025).
Roy menegaskan, ia bersama pegiat media sosial Tifauzia Tyassuma dan ahli digital forensik Rismon Sianipar adalah sosok yang bekerja secara independen dalam kasus tuduhan ijazah palsu Jokowi.
Ia menegaskan, tak ada tokoh besar yang menggerakannya untuk memainkan isu ijazah palsu Jokowi.
Roy Suryo lantas mempersilakan rekeningnya untuk diperiksa dan menurutnya orang yang menuduh adanya unsur politik dalam isu ini sudah pernah ia tantang.
"Orang-orang yang pernah nuduh itu kan pernah saya tantang semua ya sampai ke (Ali Mochtar) Ngabalin, sampai ke Silfester (Matutina) sumpah di bawah kitab, semuanya lari aja gitu."
"Jadi sama sekali enggak ada (orang besar). Dan ini adalah murni ilmiah, murni ilmu pengetahuan. Apalagi gak ada politik-politiknya," tutur Roy.
(*)
Artikel telah tayang di Tribunnews.com
Reaksi Jokowi usai Prabowo Copot Budi Arie dari Menteri |
![]() |
---|
Kuasa Hukum Roy Suryo Persoalkan Kualitas 99 Saksi di Kasus Ijazah Jokowi |
![]() |
---|
Kuasa Hukum Ungkap Perkembangan Kasus Ijazah Jokowi, 99 Saksi dan 600 Bukti Diperiksa Polisi |
![]() |
---|
Panas, Rismon Sianipar Sebut Rektor UGM Pengecut Terkait Polemik Ijazah Jokowi |
![]() |
---|
Diperiksa Terkait Ijazah Jokowi, Rismon Sianipar Tak Gentar: Analisis Kita Ilmiah |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.