OPINI

OPINI: Berani Sehat Tidak Cukup dengan Jargon Berobat Gratis

Namun, jika ditelusuri lebih dalam, program semacam ini sering kali terjebak dalam politik slogan.

Editor: mahyuddin
Handover
PENULIS OPINI - Pemerhati Kebijakan Publik dan Petani Durian dari Sulawesi Tengah, Muharram Nurdin. 

Hal lain yang sering muncul adalah ketidakseimbangan tenaga kesehatan.

Jumlah dokter dan perawat di banyak rumah sakit daerah sering kali jauh dari ideal.

Akibatnya, ruang IGD dan rawat inap penuh sesak, waktu tunggu pasien lama, dan beban kerja nakes melonjak tinggi.

Dalam kondisi semacam ini, gratis bukan solusi tunggal.

Akses Tanpa Kualitas adalah Janji Kosong

Kebijakan kesehatan publik mestinya menyentuh dua sisi mata uang: akses dan kualitas.

Akses berarti masyarakat dapat berobat tanpa hambatan biaya.

Sementara kualitas berarti masyarakat mendapatkan pelayanan medis yang cepat, manusiawi, dan profesional.

Tanpa kualitas, akses akan kehilangan maknanya. 

Baca juga: Wasek DPD PDIP Sulteng Indra S Setiadi: Pemerintah Jangan Remehkan Kasus Keracunan MBG

Jika seseorang datang ke rumah sakit dengan harapan ditangani dengan baik, tetapi justru menghadapi antrean panjang, obat kosong, dan perawat yang kelelahan, maka kepercayaan publik terhadap sistem kesehatan akan runtuh.

Dalam banyak kasus, masyarakat kecil tidak punya pilihan selain menerima kondisi apa adanya.

Mereka tidak punya daya tawar, dan pada akhirnya slogan "berobat gratis" berubah menjadi sekadar
penghibur dalam situasi yang sebenarnya sangat berat.

Persoalan Sistemik: dari Anggaran hingga Manajemen

Kelemahan layanan kesehatan di tingkat daerah bukan hanya soal moral atau semangat petugas medis, melainkan soal struktur sistem kesehatan daerah.

Pertama, persoalan perencanaan anggaran kesehatan.

Sumber: Tribun Palu
Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved