OPINI

Darurat KDRT dan Kekerasan Remaja, Cermin Retaknya Sistem Kehidupan Sekular

Dalam sistem ini, agama dibiarkan terbatas pada urusan ritual, sementara urusan sosial, pendidikan, ekonomi, dan politik dikendalikan logika duniawi.

Editor: Fadhila Amalia
Handover
OPINI - Di tengah hiruk pikuk modernitas dan gemerlap kemajuan teknologi, bangsa ini justru dihadapkan pada kenyataan yang getir, yakni meningkatnya Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan meledaknya kasus kekerasan yang dilakukan oleh remaja. 

Mereka tumbuh dalam sistem yang menanamkan kebebasan tanpa batas, menganggap segala sesuatu boleh dilakukan selama menyenangkan diri sendiri.

Padahal, kebebasan yang tidak dibingkai dengan moral akan melahirkan kekacauan dan
kekerasan.

Materialisme dan Krisis Keluarga

Selain sekularisme, materialisme menjadi racun sosial yang tak kalah berbahaya. Ukuran kebahagiaan kini ditentukan oleh harta, jabatan, dan gaya hidup.

Tekanan ekonomi, tuntutan sosial, dan kecemburuan duniawi sering kali menjadi pemicu pertengkaran dan kekerasan di rumah tangga. 

Banyak keluarga terjebak dalam pola pikir bahwa kebahagiaan bisa dibeli, padahal yang mereka ciptakan hanyalah kehampaan emosional.

Ketika spiritualitas hilang dan dunia menjadi orientasi tunggal, maka kekerasan mudah meletup bahkan untuk hal-hal kecil.

Suami yang stres karena pekerjaan melampiaskan amarahnya pada istri dan anak. Remaja yang merasa tidak diterima di rumah mencari validasi di jalanan, bergabung dengan kelompok yang menormalisasi kekerasan.

Semua ini menunjukkan bahwa materialisme tidak hanya mencabut nilai kasih, tetapi juga menghancurkan struktur sosial terkecil dalam keluarga.

Kegagalan Negara dan Kemandulan Sistem Hukum

Dalam situasi ini, negara seharusnya hadir sebagai pelindung sejati rakyatnya.

Namun, realitasnya menunjukkan hal sebaliknya. Hukkam, yaitu para penguasa yang memegang amanah untuk menjaga keadilan, justru sering kali gagal memahami akar persoalan.

Undang- Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), misalnya, memang ada, tetapi implementasinya terbatas pada penindakan hukum semata.

Ia tidak menyentuh akar penyakit yang sebenarnya, yaitu lemahnya pendidikan moral, rusaknya sistem ekonomi, dan hilangnya peran agama dalam membangun karakter bangsa.

Sistem hukum yang lahir dari paradigma sekular tidak mampu menyembuhkan luka sosial yang bersumber dari nilai yang rusak.

Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved