Vonis Ferdy Sambo

Turut Tembaki Brigadir J dan Rusak CCTV, 6 Hal Beratkan Ferdy Sambo Hingga Divonis Hukuman Mati

Vonis Hukuman Mati Ferdy Sambo itu atas kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.

|
Editor: mahyuddin
Kompas.com
Terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir J, Ferdy Sambo menjalani sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. 

TRIBUNPALU.COM - Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Wahyu Iman Santoso menetapkan Hukuman Mati untuk Ferdy Sambo, Senin (13/2/2023).

Vonis Hukuman Mati Ferdy Sambo itu atas kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.

Majelis hakim menilai, Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri itu terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J sebagaimana dakwaan jaksa penuntut umum (JPU).

"Menyatakan terdakwa Ferdy Sambo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana dan tanpa hak melakukan yang menyebabkan sistem elektronik tidak berfungsi sebagaimana mestinya,” ujar Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023).

"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Ferdy Sambo pidana mati."

Ada enam poin yang memberatkan Ferdy Sambo dalam proses persidangan:

Perintahkan Perusakan CCTV

Ketua Majelis Hakim mengungkapkan Ferdy Sambo memerintahkan pemusnahan rekaman kamera pengawas (CCTV) di Rumah Dinas Kadiv Propam Polri, Kompleks Duren Tiga, Jakarta Selatan.

"Terdakwa (Ferdy Sambo) perintahkan memusnahkan (rekaman CCTV) itu semua," kata Wahyu Imam Santoso di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023).

Hakim Wahyu menuturkan, sebelum memerintahkan memusnahkan rekaman CCTV, Ferdy Sambo meminta saksi Hendra Kurniawan menghadap ke kantor Kadiv Propam Polri.

Baca juga: Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Vonis Hukuman Mati Ferdy Sambo

Saat itu, Hendra melaporkan bahwa pada rekaman CCTV terlihat korban Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J masih hidup.

Mendengar laporan itu, Ferdy Sambo tidak bereaksi.

Menurut Hakim, Ferdy Sambo saat itu malah menanyakan siapa saja yang sudah melihat rekaman CCTV tersebut.

Kemudian Hendra Kurniawan mengungkapkan bahwa yang sudah menonton rekaman CCTV itu adalah Chuck Putranto, Baiquni Wibowo, dan Ridwan Soplanit.

"Kemudian terdakwa menyampaikan bahwa kalau ini bocor, berarti kalian berempat, karena kalian berempat yang menonton," ucap Hakim Wahyu.

Sambo dinyatakan bersalah melanggar Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sambo juga dinyatakan bersalah melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pelecahan Tak Terbukti

Majelis hakim menyatakan dalih adanya pelecehan seksual terhadap istri Sambo, Putri Candrawathi, tidak memiliki bukti yang valid.

Hakim juga menyinggung soal penjelasan dominasi atau relasi kuasa dalam kasus pelecehan seksual sebagaimana yang diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung.

Hakim menyatakan dalam relasi kuasa, Putri Candrawathi yang berstatus istri Kadiv Propam Polri memiliki posisi dominan atas Yosua.

Hakim mengatakan latar belakang Putri sebagai dokter gigi lebih dominan dibanding Yosua yang cuma lulusan SMA, berstatus ajudan, serta berpangkat Brigadir.

Atas dasar itu, hakim menyatakan kecil kemungkinan Yosua melakukan pelecehan terhadap Putri Candrawathi.

"Hal tersebut saksi sampaikan karena setelah beberapa hari, tanggal pastinya saksi lupa, saksi Sugeng Putut Wicaksono beberapa kali diingatkan oleh terdakwa (Ferdy Sambo) bahwa cerita (pelecehan) di Magelang itu tidak ada. Itu hanya ilusi," kata Wahyu Iman dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023).

Baca juga: Ferdy Sambo dkk Akan Divonis Hari Ini, Berikut Perjalanan Kasus Pembunuhan Brigadir Yosua

Ferdy Sambo juga disebut mengucapkan hal yang sama untuk meyakinkan Sugeng bahwa pelecehan seksual itu adalah ilusi pada 21 Juli 2022.

"Menimbang bahwa, berdasarkan uraian pertimbangan tersebut di atas, dengan demikian motif adanya kekerasan seksual yang dilakukan oleh korban Nofriansyah Yosua Hutabarat terhadap Putri Candrawathi tidak dapat dibuktikan menurut hukum," ujar Wahyu Iman.

Menurut hakim, ada perbuatan Yosua yang membuat Putri sakit hati, tapi bukan pelecehan seksual.

"Majelis tidak memperoleh keyakinan yang cukup bahwa korban Nopriansyah Yosua Hutabarat telah melakukan pelecehan seksual atau perkosaan atau perbuatan lebih dari itu kepada Putri Candrawathi sehingga adanya alasan demikian patut dikesampingkan," katanya

Rencanakan Pembunuhan

Ferdy Sambo terbukti melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua.

Hakim awalnya menjelaskan soal rangkaian peristiwa mulai dari rumah Sambo di Magelang hingga rumah dinas Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan, yang menjadi TKP pembunuhan Yosua pada 8 Juli 2022.

Hakim kemudian menyinggung momen Sambo memanggil ajudannya, Bharada Richard Eliezer, untuk menyampaikan skenario pembunuhan Yosua.

Hakim juga membacakan peristiwa Sambo memberikan sekotak peluru ke Eliezer.

"Bahwa terdakwa telah memikirkan bagaimana caranya melakukan pembunuhan tersebut, terdakwa masih bisa memilih lokasi, terdakwa masih bisa memilih alat yang akan digunakan, dan terdakwa menggerakkan orang lain untuk membantunya," ujar hakim.

"Menimbang bahwa dengan demikian menurut pendapat majelis unsur dengan rencana terlebih dahulu telah nyata terpenuhi," sambung hakim

Hakim mengatakan Sambo telah mengutarakan niatnya membunuh Yosua kepada Eliezer. Hakim pun menyatakan unsur perencanaan telah terbukti.

Turut Tembaki Brigadir Yosua

Majelis hakim menyatakan Ferdy Sambo turut menembak Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.

Hakim juga menyebut Sambo memiliki senjata jenis Glock 17 Austria.

"Dari barang bukti tersebut, dapat diketahui bahwa Terdakwa memiliki sepucuk senjata api Glock 17 Austria," ucap hakim saat membacakan fakta hukum dalam vonis Ferdy Sambo terkait kasus pembunuhan Brigadir Yosua di PN Jakarta Selatan.

"Berdasarkan barang bukti dan ahli Arif Sumirat, keterangan Rifaizal Samual, serta keterangan saksi Richard dapat disimpulkan tiga fakta, yaitu: Terdakwa pada saat di tempat kejadian membawa senjata api di pinggang kanannya, terdakwa memiliki sepucuk senjata merk jenis Glock 17 Austria dengan seri numb 135," jelas hakim.

Baca juga: Dibela Mantan Hakim Jelang Sidang Vonis, Kini Bharada E Juga Dijanjikan Perlindungan LPSK

Keyakinan majelis hakim lainnya yaitu setelah mencocokkan peluru yang identik dengan senjata Glock 17 milik Sambo. 

Barang bukti terkait pembunuhan Yosua berupa satu pucuk senjata Glock 17 Austria 9x19 dengan nomor seri numb 135 dan satu buah Glock 9 milimeter warna hitam, lima butir peluru tajam warna silver merk luger dan tujuh butir peluru tumpul warna gold seri 9x19.

"Dari barang bukti tersebut dapat diketahui bahwa terdakwa memiliki sepucuk senjata api Glock 17 Austria dengan nomor seri numb 135 dan dalam magazin satu di antaranya lima butir peluru tajam merk luger 9 mm," katanya.

Majelis hakim menyebut Ferdy Sambo menggunakan sarung tangan hitam saat menembak korban.

"Penuntut umum di persidangan telah menyita lantai 1 ditemukan sarung tangan yang sudah terbuka, satu buah boks yang sudah terbuka, satu buah boks yang belum terbuka yang menunjukkan terdakwa memiliki ketersediaan sarung tangan warna hitam," kata hakim Wahyu.

Hakim telah mengumpulkan keterangan saksi dari penyidik anggota Polres Jaksel dan juga ahli.

Hakim berkesimpulan bahwa Sambo membawa senjata api di pinggang kanan saat menuju rumah dinas Duren Tiga.

Keterlibatan Sang Istri

Hakim menyatakan Putri Candrawathi mengetahui rencana pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat sejak awal.

Keyakinan hakim mengacu pada tindakan Bripka Ricky Rizal yang mengamankan senjata milik Yosua.

Tindakan itu, menurut hakim, diketahui Putri hingga dilaporkan kepada Ferdy Sambo.

"Tindakan Ricky Rizal mengamankan senjata api korban dilaporkan kepada Putri Candrawathi dan diketahui oleh terdakwa," kata hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023).

Bukti lainnya yang diyakini hakim ialah keberangkatan Kuat Ma'ruf dan Ricky Rizal ke Jakarta.

Padahal, keduanya sehari-hari bertugas di Magelang menemani anak Ferdy Sambo.

"Majelis hakim berkeyakinan bahwa Putri Candrawathi mengetahui rencana pembunuhan terhadap korban Nopriansyah Yosua Hutabarat akan dilakukan di rumah Duren Tiga Nomor 46."

Perintah 'Hajar Chad' 

Majelis hakim meragukan keterangan terdakwa Ferdy Sambo terkait instruksi 'Hajar Chad!' sebagai bantahannya atas tuduhan perintah pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat ke Bharada E.

"Majelis hakim meragukan keterangan terdakwa yang menyatakan hanya menyuruh saksi Richard untuk membackup atau mengatakan hajar Chad pada saat itu, karena menurut majelis hakim hal itu merupakan keterangan atau bantahan kosong belaka," kata hakim Wahyu.

Keyakinan majelis hakim tersebut berlandaskan keterangan dari para saksi di mana sebelum eksekusi, Ferdy Sambo memegang leher Brigadir  lalu mendorongnya ke depan.

Baca juga: Kabar Terbaru Bharada E Jelang Sidang Vonis, Mengaku Mentalnya Goyah Gegara Pembunuhan Brigadir J

Sambo lantas meminta Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat untuk berlutut seraya memerintahkan Bharada E untuk menembaknya.

Bharada E dalam kesaksiannya mengaku telah menembak Brigadir J sebanayak 3 atau 4 kali.

Kesaksian Bharada E juga menjadi pertimbangan Majelis Hakim kalau Ferdy Sambo menginginkan Brigadir J mati.

"Menimbang bahwa selanjutnya terungkap fakta di persidangan berupa persesuaian keterangan antara saksi Ricky Rizal saksi kuat Maruf dan saksi Richard Eliezer dan terdakwa, telah nyata akibat dari kehendak yang diinginkan oleh terdakwa itu benar-benae terjadi yaitu kematian korban Nofriansyah Yoshua Hutabarat," papar hakim.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved