Warga Sigi Gugat BKSDA Sulteng

Warga Sigi 'Gugat Buaya', Peradi Palu Sebut BKSDA Sulteng dan Pemprov Langgar HAM

Pemerintah provinsi dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Tengah diduga melakukan pembiaran sehingga melanggar Hak Asasi Manusia.

Editor: mahyuddin
handover
Pos pengaduan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Kota Palu menerima laporan warga Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, terkait penyerangan Buaya terhadap manusia. Laporan itu dilayangkan Agustin, ibu dari Ahmad Alfarabi (22) yang menjadi korban terkaman Buaya saat beraktivitas di Sungai Marawola. Wakil Koordinator Humas dan Kerjasama Antarlembaga DPC Peradi Palu Natsir Said (Kanan) 

TRIBUNPALU.COM, PALU - Pos pengaduan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Kota Palu menerima laporan warga Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, terkait penyerangan Buaya terhadap manusia.

Laporan itu dilayangkan Agustin, ibu dari Ahmad Alfarabi (22) yang menjadi korban terkaman Buaya saat beraktivitas di Sungai Marawola.

Agustin merupakan warga Desa Tinggede Selatan, Kecamatan Marawola.

Putranya menjalani perawatan di RS Samaritan Palu usai diterkam Buaya.

Wakil Koordinator Humas dan Kerjasama Antarlembaga DPC Peradi Palu Natsir Said menyebut kasus yang menimpa putra Agustin itu masuk Perbuatan Melawan Hukum atau onrechtmatige daad.

Baca juga: BREAKING NEWS: Warga Marawola Sigi Gugat Buaya Lewat Peradi Palu

Pemerintah provinsi dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Tengah diduga melakukan pembiaran sehingga melanggar Hak Asasi Manusia.

"Arahnya ke situ. Tapi sementara disusun rumusan hukumnya," tutur Natsir.

Dia menjelaskan, Hak Asasi Manusia itu terdiri dari Sipol dan Ekosop.

Hak Sipol adalah hak untuk diperlakukan sama di depan hukum, dan hak untuk tidak dibunuh atau disiksa.

Sementara Hak Ekosop singkatan dari ekonomi, sosial dan budaya.

Hak Ekosop meliputi hak atas pendidikan, hak atas perumahan, hak atas standar hidup yang layak, hak kesehatan, hak atas lingkungan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan budaya.

"Yang dilanggar pemerintah adalah Hak Ekosop. Masyarakat yang menggantungkan hidupnya di sungai menjadi terbatas akses ekonominya karena pembiaran itu," turut Natsir.

Baca juga: Buaya Serang Pekerja Tambang Pasir, BKSDA dan Pemkab Sigi Pasang Tanda Peringatan di Bantaran Sungai

Menurutnya, pembiaran dalam konteks aduan keluarga korban itu karena selama ini pemerintah, Pemprov dan BKSDA Sulteng, tidak melakukan upaya atas maraknya korban serangan Buaya.

"Selama ini pemerintah hanya memasang papan bicara terkait keberadaaan buaya. Sementara warga bergantung hidup di sungai. Mestinya ada upaya ekstra terhadap Buaya itu agar manusia juga bisa beraktivitas di sungai," jelas Natsir.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved