Pilpres 2024

9 Hakim Konstitusi Dapat Sanksi Lisan, Termasuk Saldi Isra

MKMK menyebut, para hakim terlapor tidak bisa menjaga keterangan dan informasi rahasia dalam rapat permusyawaratan hakim

Editor: mahyuddin
Tribunnews.com/Ibriza
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memastikan hakim konstitusi melanggar kode etik. Sembilan hakim konstitusi yang memutus perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 dijatuhi sanksi teguran lisan, Selasa (7/11/2023). 

TRIBUNPALU.COM - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menjatuhkan sanksi teguran lisan kepada sembilan hakim konstitusi yang memutus perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.

Dalam putusan yang dibacakan pada Selasa sore, (7/11/2023), MKMK menyatakan para hakim itu terbukti melanggar Kode Etik.

Putusan itu disampaikan di Ruang Sidang Pleno Gedung Utama MK dan dipimpin langsung oleh Ketua MKMK, Jimly Asshiddiqie.

Didampingi oleh Bintan R Saragih dan Wahidudin Adams sebagai anggota.

MKMK menyebut, para hakim terlapor tidak bisa menjaga keterangan dan informasi rahasia dalam rapat permusyawaratan hakim yang bersikap tertutup, sehingga melanggar prinsip kepantasan dan kesopanan.

Baca juga: MKMK Panggil 9 Hakim Konstitusi Hari Ini, Buntut Laporan Dugaan Pelanggaran Etik

Di samping itu, MKMK juga menyinggung adanya praktik pelanggaran benturan kepentingan sudah menjadi kebiasaan.

“Praktek benturan kepentingan sudah menjadi kebiasaan yang dianggap sebagai sesuatu yang wajar karena hakim terlapor secara bersama-sama membiarkan terjadinya praktik pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi yang nyata,” kata Jimly.

Atas pelanggaran itu, para hakim dijatuhi sanksi teguran lisan

"Sanksi teguran lisan secara kolektif terhadap para hakim terlapor," kata Jimly.

Diketahui, total terdapat 21 laporan terhadap para hakim itu tentang dugaan pelanggaran etik itu usai putusan terhadap syarat batas usia capres-cawapres.

Baca juga: Viral Pria Diduga Depresi Susun Duit di Jalanan Sambil Teriak-teriak, Ternyata Sempat ke Bank

Pelapor di antaranya Badan Pengurus Bantuan Hukum dan HAN Indonesia, Tim Advokasi Peduli hukum Indonesia, Tim Advokat Pengawal konstitusi, Perhimpunan Pemuda Madani, Kantor Advokat Alamsyah Hanafiah, dan Constitutional and Administrative Law Society.

Dari 21 laporan itu, terdapat empat putusan yang disampaikan oleh MKMK.

Putusan pertama bersifat kolektif karena sebagian pelapor melaporkan sembilan hakim konstitusi.

Saldi Isra Tak Disanksi

Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) tidak menjatuhi sanksi kepada Hakim Konstitusi Saldi Isra.

Saldi Isra sebelumnya dilaporkan terkait pendapat berbeda (dissenting opinion) saat pembacaan putusan soal batas usia capres-cawapres yang dilakukan pada 16 Oktober 2023.

Hal ini disampaikan oleh Ketua MKMK, Jimly Asshiddiqie dalam sidang pembacaan putusan etik terhadap sembilan hakim konstitusi di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (7/11/2023).

"Hakim terlapor tidak terbukti melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sepanjang terkait pendapat berbeda (dissenting opinion)," kata Jimly.

Namun, Jimly menjelaskan Saldi Isra terbukti melakukan pelanggaran etik terkait bocornya hasil Rapat Permusyawartan Hakim (RPH) ke media massa bersama dengan delapan hakim konstitusi lainnya.

Baca juga: Mahkamah Konstitusi Tolak Gugatan Soal 2 Kali Pencalonan Capres dan Usia 70 Tahun

"Hakim Terlapor secara bersama-sama dengan para hakim lainnya terbukti melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, Prinsip Kepantasan dan Kesopanan sepanjang menyangkut kebocoran informasi Rahasia Rapat Permusyawaratan Hakim dan pembiaran praktik benturan kepentingan para Hakim Konstitusi dalam penanganan perkara," kata Jimly.

Sehingga, Saldi Isra dikenai sanksi teguran lisan secara kolektif buntut bocornya hasil RPH ke media massa.

"Menjatuhkan sanksi teguran lisan secara kolektif terhadap Hakim Terlapor dan Hakim Konstitusi lainnya," ujar Jimly.

Seperti diketahui, adanya putusan MKMK ini buntut MK mengabulkan gugatan terkait batas usia capres-cawapres oleh mahasiswa Universitas Surakarta (Unsa), Almas Tsaqibbirru pada 16 Oktober 2023 lalu.

Pada gugatan ini, pemohon ingin MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau berpengalaman sebagai Kepala Daerah baik di Tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota.

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Anwar Usman, di dalam persidangan, Senin (16/10/2023).

Baca juga: Adu Kuat Kepala Daerah Sulteng Pendukung Anies, Ganjar, Prabowo di Pilpres 2024, Siapa Terbanyak?

Sehingga Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu selengkapnya berbunyi:

"Berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah."

Namun, putusan tersebut kontroversial.

Bahkan, dinilai tidak sah oleh sejumlah pakar.

Sebab dalam putusan itu kental akan dugaan konflik kepentingan antara Anwar Usman dengan keponakannya, yakni putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka.

Putusan tersebut diduga memuluskan langkah Gibran maju sebagai cawapres pendamping Prabowo Subianto di Pilpres 2024.

(Tribunnews/Febri)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved