OPINI
Strategi Penguatan Pembinaan dan Pengawasan Tertib Penggunaan Frekuensi Radio Nelayan
Nelayan memiliki peran strategis dalam menjaga ketertiban penggunaan frekuensi radio
Berdasarkan data Kemkomdigi, hingga Desember 2024, jumlah nelayan yang telah memiliki IKRAN di seluruh Indonesia baru mencapai 1.711 orang, dengan hanya sekitar 40 orang di antaranya berasal dari Sulawesi Tengah.
Angka tersebut sangat kecil dibandingkan dengan jumlah Nelayan nasional yang mencapai jutaan jiwa.
Fakta itu menunjukkan adanya kesenjangan literasi regulasi dan teknologi di kalangan Nelayan, yang berimplikasi langsung terhadap potensi terjadinya interferensi penggunaan frekuensi radio di sektor maritim dan sektor lainnya.
Termasuk terhadap komunikasi radio penerbangan.
Kondisi emperis tersebut menunjukkan bahwa pemanfaatan Spektrum Frekuensi Radio sektor kelautan dan perikanan, bukan sekadar masalah teknis, tetapi juga berkaitan erat dengan aspek tata kelola, regulasi, dan tingkat kesadaran Nelayan dalam menggunakan frekuensi radio dan alat perangkat telekomunikasi secara bijak
dan tertib.
Diperlukan upaya strategis yang terarah dan berkelanjutan, agar fungsi pengawasan dan pembinaan dapat berjalan efektif sekaligus menumbuhkan budaya tertib frekuensi radio di kalangan Nelayan pada perairan Sulawesi Tengah.
Kolaborasi Antarinstansi
Pemanfaatan Spektrum Frekuensi Radio serta alat dan perangkat telekomunikasi untuk komunikasi radio maritim di sektor kelautan dan perikanan khususnya di wilayah perairan Sulawesi Tengah, melibatkan berbagai instansi dengan kewenangan yang berbeda.
Mulai dari Kemkomdigi (Balai Monitor Spektrum Frekuesi Radio Kelas II Palu), Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Sulawesi Tengah, hingga Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kementerian Perhubungan Laut serta aparat penegak hukum lainnya.
Perbedaan kewenangan masing-masing instansi, sering kali menyebabkan pengawasan dan pengendalian terhadap penggunaan spektrum frekuensi radio serta alat dan perangkat telekomunikasi di sektor maritim berjalan secara parsial dan belum terintegrasi.
Akibatnya, respon terhadap gangguan komunikasi radio belum sepenuhnya optimal, padahal sektor ini sangat bergantung pada keandalan komunikasi radio untuk menjamin keselamatan dan mendukung aktivitas ekonomi Nelayan.
Diperlukan penguatan mekanisme pengawasan dan pengendalian terhadap penggunaan Spektrum Frekuensi Radio serta alat dan perangkat telekomunikasi di sektor kelautan dan perikanan agar gangguan komunikasi dapat diminimalisir, keselamatan pelayaran lebih terjamin dan komunikasi radio maritim nelayan lebih efektif.
Melalui tata kelola yang terpadu, pelanggaran atau penggunaan Spektrum Frekuensi Radio serta alat dan perangkat telekomunikasi yang tidak sesuai standar maritim dapat ditangani lebih cepat dan komprehensif, sekaligus memastikan layanan komunikasi radio umum bagi nelayan tetap andal.
Oleh karena itu, dibutuhkan mekanisme koordinasi yang efektif antar instansi, melalui forum diskusi lintasinstansi, yang mampu menyinergikan kewenangan, dan membangun kolaborasi yang efektif dan berkelanjutan.
Penguatan kapasitas kepemimpinan menjadi langkah strategis untuk membangun tata kelola komunikasi radio maritim yang kolaboratif dan efektif.
OPINI: Isu Pembubaran Kepolisian dan Taruhan Konstitusi |
![]() |
---|
OPINI: Berani Sehat Tidak Cukup dengan Jargon Berobat Gratis |
![]() |
---|
OPINI: Gubernur Bersuara: Sentralisasi Anggaran 2026 Ancam Kesejahteraan Daerah |
![]() |
---|
OPINI: Paradoks BUMN: Aset Strategis yang Terkikis Politisasi |
![]() |
---|
Validasi Data, Garis Kemiskinan dan Integrasi Program Jadi Kunci Utama Strategi Penangan Kemiskinan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.