Palu Hari Ini

Aji Palu Minta Media Hentikan Eksploitasi Wajah dan Identitas Anak Yang Jadi Korban maupun Pelaku

Katrin menegaskan media seharusnya memberikan perlindungan hak privasi dalam setiap pemberitaan melibatkan anak.

Penulis: Supriyanto | Editor: Regina Goldie
HANDOVER
Divisi Gender, Anak dan Kaum Marginal AJI Palu soroti pemberitaan ramah anak di media, baik itu media mainstream maupun media sosial belum banyak dipahami jurnalis maupun pengelola akun media sosial.  

Laporan Wartawan TribunPalu.com, Supriyanto Ucok

TRIBUNPALU.COM, PALU - Divisi Gender, Anak dan Kaum Marginal AJI Palu soroti pemberitaan ramah anak di media, baik itu media mainstream maupun media sosial belum banyak dipahami jurnalis maupun pengelola akun media sosial. 

Salah satu contohnya yakni kasus perudungan di salah satu Madrasah Tsanawiyah (MTs) di Kabupaten Donggala.

Pelaku maupun korban dengan vulgar wajahnya terpampang dalam video yang diunggah kembali sejumlah akun media sosial (Medsos). 

Celakanya, akun media sosial tersebut, juga merupakan akun official sebuah media mainstream berbasis online.

Menurut Koordinator Divisi Gender, Anak dan Kaum Marginal, Katrin mengaku geram melihat ulah pengelola Medsos atau jurnalis yang belum selesai dengan hal-hal yang seharusnya menjadi dasar pengetahuan jurnalistik, bila akun Medsos tersebut adalah akun resmi media mainstream. 

Baca juga: Mediasi Demo Siswa SMA 5 Palu, Disdik Sulteng: Bendahara Bos Tak Susun Anggaran Osis dan Ekskul

“Seharusnya akun-akun tersebut atau wartawan yang memberitakan melindungi privasi anak-anak ini, baik itu korban maupun pelaku. Seperti kasus perudungan di salah satu Madrasah di Donggala, pelakunya justru ikut jadi korban perudungan warga lain ini karena wajah mereka terpampang nyata di video tersebut,” jelasnya.

Katrin menegaskan media seharusnya memberikan perlindungan hak privasi dalam setiap pemberitaan melibatkan anak, sekaligus menaati kode etik jurnalistik. 

Dalam kode etik jurnalistik (KEJ) khususnya di pasal 5, sudah sangat jelas menerangkan, bahwa jurnalis tidak boleh menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan. 

“Identitasnya saja itu dilarang, apalagi wajahnya yang juga masuk dari bagian pengenalan. Secara tidak langsung media yang menyebarkan informasi anak-anak tersebut juga sudah ikut menjadi pelaku, karena anak-anak tersebut justru ikut mendapat perudungan oleh warga, baik secara langsung maupun komentar di media sosial,” tegasnya.

Baca juga: Pria Pengedar Sabu di Dampelas Donggala Kembali Ditangkap, Kedapatan Simpan 12,28 Gram Sabu di Motor

Lebih lanjut, perempuan yang akrab disapa Katrin ini menjelaskan di era media sosial memang memungkinkan setiap orang untuk membuka identitas dan privasinya sendiri.

Namun, dalam kerja-kerja jurnalistik, pers tetap wajib menjalankan kewajiban etik sesuai KEJ dengan selalu menguji informasi, melakukan verifikasi, tidak beropini yang menghakimi, dan senantiasa mengedepankan asas praduga tak bersalah.

“KEJ mewajibkan pers untuk menghormati hak privasi dan pengalaman traumatik subyek berita dalam penyajian gambar, foto, dan suara. Dalam hal ini, pemberitaan dan proses peliputan mutlak dilakukan dengan cara bersikap menahan diri dan berhati-hati,” katanya.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved