Ini Tiga Alasan Tarif Iuran BPJS Kesehatan Perlu Direvisi, Menkes : Target Maret 2025

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin membeberkan tiga alasan atau persoalan yang membuat tarif iuran BPJS Kesehatan perlu direvisi.

Editor: Lisna Ali
(KOMPAS.com/FIRDA JANATI)
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi IURAN BPJS - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin saat ditemui di Auditorium Herman Susilo Ditjen Tenaga Kesehatan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan beberapa waktu lalu. Menkes berencana akan mengubah sistem iuran BPJS Kesehatan. Adapun target revisi sistem tersebut dimulai antara Maret atau April 2025. Hal ini disampaikannya saat rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Jakarta, Selasa (11/2/2025). 

TRIBUNPALU.COM - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin membeberkan tiga alasan atau persoalan yang membuat tarif iuran BPJS Kesehatan perlu direvisi.

Persoalan pertama terkait dengan pembayaran asuransi kesehatan di Indonesia yang masih terbilang kecil.

Budi mengungkapkan tiap tahunnya baru 32 persen belanja kesehatan yang dikeluarkan lewat asuransi.

Dia pun berharap agar belanja kesehatan terus didorong selalu naik agar iuran BPJS Kesehatan bisa disesuaikan.

"Itu (belanja kesehatan) harusnya naik sampai 80-90 persen. Sehingga, kita bisa memiliki tenaga untuk mendorong balik agar harga yang dikasih di supply side itu reasonable," kata Budi dalam rapat kerja (raker) bersama dengan Komisi IX DPR di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/2/2025), dikutip dari YouTube TV Parlemen.

Lalu, persoalan kedua adalah, ketika belanja kesehatan tidak dikontrol, dalam 10 tahun akan terjadi masalah terkait anggaran.

Budi mengatakan hal tersebut saat ini tengah dialami oleh Amerika Serikat (AS).

"Dalam 10 tahun ke depan, Menteri Kesehatan, Menteri Keuangan akan (terkena) problem. Karena ini akan menjadi isu politik yang sangat tinggi di mana kesehatan dan kematian itu prioritasnya tinggi di masyarakat."

"Jadi, politiknya akan tinggi, butuh belanjanya kalau nggak hati-hati akan kayak Amerika tuh. 79 tahun (di AS) butuh 11.000 dolar. Padahal, kalau di Kuba, 79 tahun hanya butuh 1.900 dolar," katanya.

Dengan paparan di atas, Budi mengatakan pihaknya ingin mengubah pengelompokan tarif BPJS Kesehatan yang semula berbasis INA-CBGs (Indonesian-Case Based Groups) menjadi INA-DRG (Indonesia-Diagnosis Related Groups).

Pasalnya, ketika Indonesia masih memakai sistem INA-CBGs ternyata masih belum cocok secara situasinya.

Ditambah, kata Budi, paket pembiayaan jaminan kesehatan masih banyak yang tidak sesuai.

Sebagai informasi, sistem INA-CBGs merupakan sistem pengelompokan penyakit berbasis kasus yang saat ini digunakan oleh BPJS Kesehatan untuk mengatur pembiayaan dan pemberian layanan kesehatan berdasarkan pada kelompok penyakit atau kasus yang serupa.

Sementara, sistem INA-DRG adalah sistem klasifikasi kombinasi dari beberapa jenis diagnosa penyaki serta tindakan yang dilakukan di rumah sakit yang dikaitkan dengan pembiayaan terhadap pasien dengan pertimbangan mutu dan efektivitas pelayanan.

Adapun sistem INA-DRG justru dirasa bisa memberi manfaat bagi rumah sakit lantaran bisa meningkatkan standar pelayanan.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved