Sulteng Hari Ini

Sidang Praperadilan Jurnalis Sulteng Kembali Digelar, Ahli Nilai Pemanggilan Tak Sesuai Prosedur

Dengan agenda perbaikan permohonan praperadilan dan mendengarkan tanggapan dari Polda Sulteng sebagai termohon.

Penulis: Supriyanto | Editor: Regina Goldie
SUPRIYANTO/TRIBUNPALU.COM
PRA PERADILAN JURNALIS SULTENG - Sidang perkara dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik ( UU ITE ) dengan pemohon Hendly Mangkali kembali dimulai. 

Laporan Wartawan TribunPalu.com, Supriyanto Ucok

TRIBUNPALU.COM, PALU - Sidang perkara dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik ( UU ITE ) dengan pemohon Hendly Mangkali kembali dimulai.

Sidang itu berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1A Palu, Jl Samratulangi, Kelurahan Talise, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu, Kamis (22/5/2025).

Dengan agenda perbaikan permohonan praperadilan dan mendengarkan tanggapan dari Polda Sulteng sebagai termohon.

Diketahui, pemohon menghadirkan ahli dari Fakultas Hukum Universitas Tadulako Palu, yaitu Dr Jubair.

Baca juga: Atha Mahmud Boyong Elite Perindo Sulteng Gabung Partai Gema Bangsa

Pantauan TribunPalu.com, sidang itu dimulai  10.30 WITA dan dihadiri sekitar 27 orang.

Sidang itu dipimpin Hakim Ketua Imanuel Charlo Rommel Danes.

Dalam sidang tersebut, pemohon bersama ahli, Dr Jubair memberikan keterangan terkait proses pemanggilan pemohon yang dianggap tidak prosedural itu.

Dalam keterangannya, Dr Jubair menyampaikan pandangan hukum Menurutnya, Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) merupakan dokumen penting yang harus disampaikan kepada tiga pihak, yakni jaksa penuntut umum, calon tersangka, dan pelapor.

Baca juga: Polda Sulteng Bongkar Jaringan Sabu dari Kayumalue, Dua Pelaku Berhasil Diringkus

“SPDP wajib diberikan kepada ketiga pihak ini agar masing-masing mengetahui sejauh mana perkembangan perkara. Ini adalah bagian dari perlindungan hak-hak hukum,” tegas Jubair.

Ia juga menyoroti praktik pemeriksaan berulang dengan satu surat panggilan yang sama.

Menurutnya, satu surat panggilan hanya berlaku untuk satu kali proses pemeriksaan, kecuali dalam surat tersebut telah dicantumkan secara jelas jadwal pemeriksaan lanjutan.

"Bahwa satu panggilan pada umumnya hanya berlaku satu kali proses pemeriksaan, karena didalam surat panggilan sudah jelas, kapan dia diperiksa, jadwal pemeriksaan kapan, tempatnya dimana, kemudian tujuannya"ucap ahli hukum itu.

Baca juga: 583 Koperasi Merah Putih Terbentuk, Gubernur Anwar Hafid Targetkan 100 Persen

"Bahwa yang namanya surat panggilan itu berlaku sekali pemeriksaan, jika ini kemudiaan diberlakukan untuk waktu yang berbeda, hari yang berbeda maka seyogianya penyidik mengeluarkan surat panggilan baru yang berikutnya,"lanjutnya.

"Kecuali, dalam satu surat panggilan itu tertera jadwal pengulangan pemeriksaan, itu dibenarkan, dalam satu surat panggilan, kemudian akan di periksa satu, dua tiga hari, itu dibenarkan, tetapi kalau ini kemudian tidak termuat dalam surat surat panggilan, kemudian dia diperiksa lebih dari pada hari yang ditetapkan dalam panggilan maka itu bisa cacat prosedur,"kata Jubair dalam persidangan.

Disisi lain, kuasa hukum Polda Sulteng, AKP Tirtayasa Efendi memberikan pernyataan terkait pemanggilan pemohon dan penetapan tersangka.

Kuasa hukum dari Polda Sulteng, Tirtayasa Efendi, menyatakan bahwa proses pemanggilan terhadap pemohon dan penetapan status tersangka telah dilakukan sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

Baca juga: Cegah Narkotika, BNNK Donggala Perkuat Peran Keluarga Lewat Pendidikan Anti Narkoba

Sebagai penasehat hukum Polda Sulteng, AKP Tirtayasa Effendi menyampaikan bahwa penetapan tersangka kepada pemohon itu sudah sesuai prosedural.

"lebih dari 2 alat bukti, dalam pasal 184 KUHAP dan dokumen sebagai alat bukti,"kata Tirtayasa.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa telah dilakukan pemeriksaan kepada ahli ITE, ahli bahasa Indonesia dan ahli dari dewan pers di Jakarta serta saksi sebanyak 15 orang.

Selain itu, Dewan pers dalam keterangan yang dituangkan dalam BAP menilai bahwa postingan d sosial media (Facebook) bersifat pribadi bukan karya jurnalistik.

"Ahli dari dewan pers bilang media hendly tidak terdaftar didewan pers dan sertifikasi Hendly belum bisa memenuhi standar pimpinan redaksi,"jelasnya. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved