OPINI

Strategi Penguatan Pembinaan dan Pengawasan Tertib Penggunaan Frekuensi Radio Nelayan

Nelayan memiliki peran strategis dalam menjaga ketertiban penggunaan frekuensi radio

|
Editor: mahyuddin
HANDOVER
Mainsuri, S.Pd. M.T, Pengendali Frekuensi Radio Ahli Madya di Balai Monitor Spektrum Frekuensi  Radio Kelas II Palu 

Mulai dari rendahnya tingkat kepatuhan terhadap regulasi hingga penggunaan alat perangkat telekomunikasi yang tidak sesuai standar maritim.

Jika tidak dikelola dengan baik, bukan hanya berpotensi menimbulkan harmful interference dengan layanan komunikasi lain, juga dapat membahayakan keselamatan jiwa dan menimbulkan kerugian ekonomi bagi masyarakat maupun negara. 

Dalam beberapa tahun terakhir, berbagai pemberitaan di media nasional menyoroti keluhan dari dunia penerbangan internasional terhadap gangguan komunikasi radio yang bersumber dari aktivitas komunikasi radio nelayan.

Sejumlah laporan menyebutkan bahwa frekuensi penerbangan kerap terganggu oleh sinyal radio komunikasi Nelayan yang menggunakan kanal frekuensi radio tidak sesuai peruntukannya.

Masalah itu bukan sekadar isu teknis semata, melainkan telah berkembang menjadi persoalan serius yang berpotensi berdampak pada keselamatan transportasi udara.

Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) bahkan menerima sejumlah aduan dari administrasi internasional.

Seperti Federal Communications Commission (FCC), yang melaporkan terkait adanya harmful Interference pada frekuensi radio penerbangan, yang terdeteksi berasal dari perangkat komunikasi radio Nelayan di wilayah perairan Indonesia. 

Tantangan lain yang tidak kalah krusial adalah masih tingginya angka kecelakaan dan korban jiwa di sektor kapal penangkap ikan di perairan Indonesia. 

Berdasarkan catatan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), sepanjang periode 2018 hingga 2020 saja, kapal penangkap ikan tercatat menyumbang 31 persen dari seluruh kecelakaan kapal di Indonesia.

Bahkan, KNKT memperkirakan rata-rata 100 Nelayan meninggal dunia atau dinyatakan hilang setiap tahunnya akibat kecelakaan kapal penangkap ikan di periode tersebut.

Hasil investigasi KNKT menunjukkan bahwa sebagian besar insiden yang terjadi disebabkan persoalan kesiapan peralatan keselamatan, termasuk diantaranya perangkat komunikasi radio standar yang dapat digunakan untuk meminta pertolongan saat terjadi marabahaya di laut.

Kondisi ini menegaskan bahwa lemahnya pengelolaan dan pemanfaatan Spektrum Frekuensi Radio di sektor kelautan dan perikanan tidak hanya berdampak pada gangguan teknis komunikasi, tetapi juga berimplikasi langsung terhadap keselamatan jiwa para nelayan itu sendiri di laut, yang dapat mengakibatkan korban jiwa dan kerugian material yang signifikan. 

Baca juga: Legislator Jemi Yusuf Dorong Pembagian Zonasi Tangkap Ikan untuk Nelayan Pesisir Baolan Tolitoli

Rendahnya tingkat kepatuhan nelayan terhadap regulasi penggunaan frekuensi radio menjadi tantangan tersendiri dalam mewujudkan tata kelola komunikasi maritim yang tertib dan aman.

Masih banyak nelayan yang belum memiliki Izin Komunikasi Radio Antar Nelayan (IKRAN) sebagai prasyarat dasar dalam melakukan komunikasi radio umum sektor kelautan dan perikanan.

Serta kapal berukuran lebih dari 7 Gross Ton (GT) yang beroperasi tanpa dilengkapi Izin Stasiun Radio (ISR) maritim sebagaimana diatur dalam regulasi telekomunikasi dan keselamatan pelayaran.

Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved