Dugaan Aliran Dana Korupsi Haji, KPK Buka Kemungkinan Periksa Gus Yahya

Kasus dugaan korupsi kuota haji di Kementerian Agama yang diperkirakan merugikan negara hingga lebih dari Rp1 triliun kini masih berlanjut.

Editor: Lisna Ali
Istimewa
KASUS KUOTA HAJI - Gedung KPK di Jakarta. Kasus dugaan korupsi kuota haji di Kementerian Agama yang diperkirakan merugikan negara hingga lebih dari Rp1 triliun kini masih berlanjut. 

TRIBUNPALU.COM - Kasus dugaan korupsi kuota haji di Kementerian Agama yang diperkirakan merugikan negara hingga lebih dari Rp1 triliun kini masih berlanjut.

Terbaru, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan tidak menutup kemungkinan akan memanggil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Yahya Cholil Staquf, sebagai saksi. 

Pemanggilan tersebut menjadi sorotan karena Gus Yahya adalah kakak kandung dari mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, yang saat ini telah dicegah bepergian ke luar negeri oleh KPK terkait kasus yang sama.

Kedekatan ini menjadi salah satu alasan mengapa KPK melihatnya sebagai pihak yang mungkin memiliki informasi relevan.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa pemanggilan saksi adalah bagian dari mekanisme penyidikan.

"Kebutuhan pemeriksaan kepada siapa nanti kita akan melihat ya dalam proses penyidikannya," ujarnya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (15/9/2025).

Budi menegaskan bahwa setiap saksi yang dipanggil memiliki relevansi dengan materi yang diselidiki. 

Satu fokus utama dalam penyidikan ini adalah menelusuri aliran dana hasil korupsi.

Baca juga: Pemkab Morowali Tegaskan Komitmen Tingkatkan Pendidikan Lewat Ranperda

"Terkait dengan dugaan aliran uang ya, dalam melakukan penelusuran terkait dengan aliran uang yang terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi ini, KPK selain melakukan pemeriksaan kepada para saksi." jelas Budi.

Plaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, membeberkan bahwa KPK sedang menerapkan metode follow the money. 

Asep menjelaskan, penelusuran ke ormas keagamaan seperti PBNU dilakukan karena penyelenggaraan ibadah haji memang sering melibatkan peran ormas.

Keterlibatan ini membuat ormas menjadi salah satu pihak yang perlu dimintai keterangan.

Ia juga menegaskan bahwa langkah ini bukan untuk mendiskreditkan institusi tertentu, melainkan bagian dari upaya KPK untuk mengembalikan kerugian keuangan negara atau asset recovery. 

Di sisi lain, pihak PBNU melalui A’wan Abdul Muhaimin telah menyatakan kekecewaan terhadap lambatnya penanganan kasus ini.

Mereka merasa gerah karena kasus ini telah mencemari nama baik PBNU.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved