OPINI

Mengapa Generasi Kini Mudah Patah?

Fenomena ini tidak hanya terjadi di negara-negara Barat, tetapi juga merata di kawasan Asia, termasuk Indonesia.

Editor: Fadhila Amalia
Handover
OPINI - Dunia modern tengah menghadapi krisis senyap yang semakin menelan banyak korban, yakni krisis kesehatan mental. 

Sistem kapitalis mencoba meredakan krisis mental dengan pendekatan individualistik dan komersial, yakni layanan psikoterapi berbayar, aplikasi meditasi premium, atau kampanye “self-love” yang berorientasi konsumsi.

Semua diarahkan agar manusia tetap bisa “berfungsi” dalam roda ekonomi, bukan agar mereka menemukan ketenangan sejati.

Pendekatan ini gagal karena tidak menyentuh akar krisis, yakni pandangan hidup sekuler yang menghapus hubungan manusia dengan Penciptanya.

Dalam paradigma ini, makna hidup ditentukan oleh diri sendiri, bukan oleh wahyu. Akibatnya, ketika seseorang kehilangan pegangan, ia tidak tahu kepada siapa harus bersandar.

Mereka mencari makna dalam hal-hal fana, dalam pekerjaan, hubungan, maupun popularitas.

Namun semua itu sementara. Begitu kehilangan salah satunya, jiwa pun runtuh.

Inilah sebabnya, sekalipun ekonomi tumbuh dan teknologi maju, tingkat depresi dan bunuh diri tetap meningkat di banyak negara kapitalis. 

Paradigma Islam

Berbeda dengan kapitalisme, Islam menawarkan solusi yang menyentuh akar persoalan.

Islam tidak hanya memberi terapi individual, tetapi membangun tatanan sosial yang menyehatkan jiwa dan menenangkan hati manusia.

Pertama, Islam menetapkan tujuan hidup yang jelas.

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.”
(QS. Adz-Dzariyat: 56)

Dengan orientasi ini, manusia menilai keberhasilan bukan dari banyaknya harta, jabatan, atau pujian manusia, melainkan dari sejauh mana ia taat kepada Allah dan memperoleh ridha-Nya.

Kesuksesan sejati dalam Islam bukan diukur dari “memiliki”, melainkan dari “menjadi, yakni menjadi hamba yang taat, sabar, dan bermanfaat.

Kedua, Islam menata sistem sosial dan ekonomi agar manusia tidak hidup dalam tekanan yang destruktif.

Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved