OPINI

Mengapa Generasi Kini Mudah Patah?

Fenomena ini tidak hanya terjadi di negara-negara Barat, tetapi juga merata di kawasan Asia, termasuk Indonesia.

Editor: Fadhila Amalia
Handover
OPINI - Dunia modern tengah menghadapi krisis senyap yang semakin menelan banyak korban, yakni krisis kesehatan mental. 

Negara dalam sistem Islam berkewajiban menjamin kebutuhan dasar setiap rakyat, pangan, sandang, papan, pendidikan, dan kesehatan.

Rasulullah ﷺ bersabda: “Imam (khalifah) adalah pengurus rakyat, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Dalam sistem ini, tidak ada ketimpangan ekstrem seperti dalam kapitalisme.

Negara mengelola sumber daya alam untuk kepentingan umum, bukan korporasi.

Lapangan kerja disediakan sesuai kemampuan rakyat, bukan dikendalikan oleh pasar global.

Dengan terpenuhinya kebutuhan dasar dan keadilan distribusi ekonomi, tekanan hidup masyarakat dapat ditekan, dan stres kolektif pun berkurang.

Ketiga, Islam membangun ikatan sosial yang kuat.

Masyarakat Islam bukan kumpulan individu yang hidup sendiri-sendiri, tetapi satu tubuh yang saling menanggung beban.

Rasulullah ﷺ bersabda: “Perumpamaan orang-orang mukmin dalam kasih sayang dan belas kasih di antara mereka adalah seperti satu tubuh; bila satu anggota tubuh sakit, seluruh tubuh ikut merasakan sakitnya.” (HR. Muslim)

Dengan adanya solidaritas ini, seseorang tidak dibiarkan menghadapi masalah sendirian. 

Ia memiliki keluarga, tetangga, dan masyarakat yang menjadi penopang spiritual dan sosial. 

Keempat, Islam menumbuhkan kesehatan mental melalui ibadah dan dzikir.

Ketenangan hati bukan dicapai dengan melupakan masalah, tetapi dengan mendekat kepada Allah. 

Allah berfirman: “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang.” (QS. Ar-Ra’d: 28)
Salat, zikir, tilawah, dan doa adalah terapi ruhani yang menyembuhkan.

Ibadah bukan beban, melainkan cara mengembalikan keseimbangan antara akal, hati, dan jasad.

Seseorang yangrutin berinteraksi dengan Al-Qur’an dan menjaga salatnya akan memiliki keteguhan menghadapi tekanan hidup, karena ia tahu semua yang terjadi adalah bagian dari qadha dan qadar Allah yang penuh hikmah.

Penutup

Krisis kesehatan mental yang merebak hari ini bukan sekadar persoalan medis atau sosial.

Ia adalah buah pahit dari sistem kapitalis-sekuler yang memisahkan manusia dari fitrahnya, menilai hidup hanya dari materi, dan mengikis makna spiritual.

Selama manusia masih menuhankan pasar, kompetisi, dan kebebasan tanpa batas, selama itu pula krisis batin akan terus menghantui peradaban.

Islam menawarkan jalan keluar yang tidak hanya menyembuhkan gejala, tetapi menata ulang seluruh struktur kehidupan berdasarkan wahyu.

Dalam Islam, kesejahteraan tidak diukur dari PDB, melainkan dari ketenangan, keadilan, dan keberkahan hidup.

Hanya ketika manusia kembali menjadikan Allah sebagai pusat hidupnya, dan sistem Islam (Khilafah) ditegakkan untuk mengatur urusan masyarakat dengan hukum-Nya, barulah krisis mental global ini akan menemukan solusi sejati.

Sebab ketenangan hakiki bukan lahir dari dunia yang serba cepat, tetapi dari hati yang terpaut pada Sang Pencipta. Wallahu a’lam bish-shawab.(*)

Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved