Dugaan Perundungan Siswa SMP Donggala

Kasus Perundungan di Donggala, AJI Palu Soroti Pelanggaran Privasi Anak oleh Media

Pelaku maupun korban dengan vulgar wajahnya terpampang dalam video yang diunggah kembali sejumlah akun media sosial. 

Penulis: Zulfadli | Editor: Regina Goldie
HANDOVER
Pemberitaan ramah anak di media, baik media mainstream maupun media sosial, dinilai masih belum banyak dipahami jurnalis maupun pengelola akun media sosial. 

Laporan Wartawan TribunPalu.com, Zulfadli

TRIBUNPALU.COM, PALU – Pemberitaan ramah anak di media, baik media mainstream maupun media sosial, dinilai masih belum banyak dipahami jurnalis maupun pengelola akun media sosial.

Salah satu contohnya yakni kasus perundungan di salah satu Madrasah Tsanawiyah (MTs) di Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah.

Pelaku maupun korban dengan vulgar wajahnya terpampang dalam video yang diunggah kembali sejumlah akun media sosial. 

Celakanya, akun media sosial tersebut juga merupakan akun resmi sebuah media mainstream berbasis online.

Koordinator Divisi Gender, Anak dan Kaum Marginal AJI Kota Palu, Katrin, mengaku geram melihat ulah pengelola media sosial atau jurnalis yang belum selesai dengan hal-hal yang seharusnya menjadi dasar pengetahuan jurnalistik, bila akun tersebut adalah akun resmi media mainstream.

Baca juga: Jalan Longsor di Dusun Tillani Banggai Kepulauan, 108 Jiwa Terancam Terisolir

“Seharusnya akun-akun tersebut atau wartawan yang memberitakan melindungi privasi anak-anak ini. Baik itu korban maupun pelaku. Seperti kasus perundungan di salah satu Madrasah di Donggala, pelakunya justru ikut jadi korban perundungan warga lain karena wajah mereka terpampang nyata di video tersebut,” ungkapnya, Selasa (16/9/2025). 

Katrin kembali menegaskan, media seharusnya memberikan perlindungan hak privasi dalam setiap pemberitaan yang melibatkan anak, sekaligus menaati kode etik jurnalistik. 

Dalam kode etik jurnalistik (KEJ), khususnya di pasal 5, sudah sangat jelas menerangkan bahwa jurnalis tidak boleh menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.

“Identitasnya saja itu dilarang, apalagi wajahnya yang juga masuk bagian dari pengenalan. Secara tidak langsung media yang menyebarkan informasi anak-anak tersebut juga sudah ikut menjadi pelaku, karena anak-anak tersebut justru ikut mendapat perundungan oleh warga, baik secara langsung maupun komentar di media sosial,” tegasnya.

Lebih jauh disampaikan perempuan yang akrab disapa Katrin ini, di era media sosial memang memungkinkan setiap orang untuk membuka identitas dan privasinya sendiri. 

Baca juga: Menteri Imigrasi Kagumi Perjalanan Politik Bupati Iksan Kalahkan Incumbent

Namun, dalam kerja-kerja jurnalistik, pers tetap wajib menjalankan kewajiban etik sesuai KEJ dengan selalu menguji informasi, melakukan verifikasi, tidak beropini yang menghakimi, dan senantiasa mengedepankan asas praduga tak bersalah.

“KEJ mewajibkan pers untuk menghormati hak privasi dan pengalaman traumatik subyek berita dalam penyajian gambar, foto, dan suara. Dalam hal ini, pemberitaan dan proses peliputan mutlak dilakukan dengan cara bersikap menahan diri dan berhati-hati,” katanya.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved