Sulteng Hari Ini

KOMIU Gelar Workshop Model Nilai Tambah Tambang, Bahas Minimnya Kontribusi DBH Sulteng

Kegiatan berlangsung di Hotel Santika, Jl. Moh. Hatta, Kelurahan Lolu Utara, Kecamatan Palu Timur, Kota Palu, Rabu (19/11).

|
Penulis: Robit Silmi | Editor: Fadhila Amalia
Robit/TribunPalu.com
WORKSHOP - Yayasan Kompas Peduli Hutan (KOMIU) menggelar workshop bertajuk Pengembangan Model Nilai Tambah Ekonomi Pertambangan yang menghadirkan organisasi perangkat daerah (OPD), akademisi, NGO, serta unsur swasta.  

Laporan Wartawan TribunPalu.com, Robit Silmi

TRIBUNPALU.COM, PALU – Yayasan Kompas Peduli Hutan (KOMIU) menggelar workshop bertajuk Pengembangan Model Nilai Tambah Ekonomi Pertambangan yang menghadirkan Organisasi Perangkat Daerah (OPD), akademisi, NGO, serta unsur swasta. 

Kegiatan berlangsung di Hotel Santika, Jl. Moh Hatta, Kelurahan Lolu Utara, Kecamatan Palu Timur, Kota Palu, Rabu (19/11).

Dalam paparan yang tersaji di forum tersebut, terungkap bahwa total realisasi investasi sektor pertambangan di Sulawesi Tengah pada 2023 mencapai Rp29,82 triliun. 

Baca juga: Harga Terbaru iPhone 2025: iPhone 17, iPhone 17 Air, iPhone 16, iPhone 16E, iPhone 15, iPhone 14

Namun kontribusi bagi daerah penghasil masih tergolong minim, karena Dana Bagi Hasil (DBH) yang diterima hanya sekitar Rp200 miliar per tahun.

Workshop ini dibuka secara resmi oleh Asisten Pemerintahan dan Kesra Setda Provinsi Sulteng,  Fahrudin, yang mewakili Gubernur Sulteng Anwar Hafid, Dalam sambutan tertulisnya, Gubernur menegaskan pentingnya merumuskan model pengelolaan tambang yang memberikan nilai tambah ekonomi bagi daerah penghasil, termasuk mendorong kemandirian masyarakat serta memastikan aspek keberlanjutan lingkungan.

“Kita ingin tambang bukan hanya menjadi obyek galian, tetapi menjadi motor pembangunan dan penggerak ekonomi yang inklusif,” ucap Asisten Fahrudin.

Baca juga: Workshop Pertambangan di Sulteng Bahas Pembagian Manfaat untuk Daerah Penghasil Nikel

Ia menekankan bahwa penerapan good mining practice merupakan salah satu kunci agar sektor pertambangan benar-benar berdampak pada keadilan dan kesejahteraan masyarakat di wilayah penghasil nikel seperti Morowali dan Morowali Utara.

“Semoga dihasilkan model ekonomi yang mensejahterakan,” tambahnya, seraya berharap kontribusi tambang meningkat dari sisi pajak, CSR, maupun kewajiban Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM).

Direktur Yayasan KOMIU, Gifvents, selaku penyelenggara, menjelaskan bahwa workshop ini berfokus pada penyusunan model benefit sharing atau pembagian manfaat sektor pertambangan nikel di Sulteng. 

Dua kabupaten yakni Morowali dan Morowali Utara disebut sebagai fokus penyusunan model karena keduanya merupakan produsen nikel terbesar di dunia.

Model yang dirumuskan dalam forum ini akan dikonsultasikan dengan Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan sebelum diujicobakan di dua daerah penghasil nikel tersebut. 

Baca juga: Wagub Sulteng Resmikan Samsat Digital, Akses Layanan Pajak Kini Lebih Mudah

Setelah uji coba, model akan dievaluasi kembali hingga ditemukan format terbaik untuk diterapkan.

“Program ini untuk mendukung pemerintah daerah agar pertambangan memberikan kontribusi optimal bagi pembangunan,” jelas Gifvents.

Dalam forum tersebut, Akademisi Universitas Tadulako, Prof Moh Ahlis Djirimu, turut memberikan pandangan sebagai narasumber.

Peserta workshop berasal dari OPD teknis, akademisi, pihak swasta, media, NGO, hingga mitra yang terkait langsung dengan industri pertambangan.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved