OPINI
OPINI: Dosen Swasta Masih Jadi Kelas Dua dalam Pendidikan Tinggi Indonesia?
Realitas sosial-birokratis menunjukkan ketimpangan yang kian melebar antara dosen Aparatur Sipil Negara (ASN) dan dosen swasta.
Kesenjangan Kelembagaan dan Dampaknya
3 Rawls, “Distributive justice: Some addenda.”
4 Wirosuharjo, PTS Sayang, PTS Perlu Ditimang.
5 Irawan dkk., “Kajian Pendidikan Tinggi IDRI untuk DPR RI dan Ristek Dikti 2018.”
Kesenjangan kesejahteraan dosen bukan sekadar masalah gaji, tetapi mencerminkan ketimpangan struktural yang memperlemah daya saing nasional.
Penelitian oleh Muttaqin, T. (2018) yang diterbikan oleh jurnal Jurnal Perencanaan Pembangunan, yang berjudul “Determinants of unequal access to and quality of education in Indonesia” telah menegaskan bahwa kualitas pendidikan tinggi Indonesia masih rendah karena “inequality in institutional resources and human capital investment.”
Dosen di PTN memiliki akses ke dana penelitian LPDP, hibah Kemdikbud, hingga insentif publikasi internasional. Sebaliknya, dosen swasta hanya mengandalkan bantuan terbatas dari yayasan, tanpa jaminan keberlanjutan karier.
“Kondisi ini menciptakan segregasi intelektual, bahwa ASN menjadi ‘kelas birokrat akademik’, sementara dosen swasta menjadi ‘kelas pekerja akademik’,” ujar Ruben menegaskan. “Padahal keduanya sama-sama membangun masa depan ilmu pengetahuan Indonesia.”
Menuju Sistem yang Adil dan Inklusif
Menurut Kevin, solusi jangka panjang tidak hanya sebatas perluasan tunjangan kinerja, tetapi restrukturisasi total sistem pendanaan pendidikan tinggi.
“Kita memerlukan National Academic Equality Fund, yaitu semacam dana afirmasi nasional bagi dosen swasta yang berprestasi, berbasis kinerja tridarma, bukan status ASN,” ujar Kevin.
Selain itu juga pemerintah perlu meninjau ulang antara lain;
1. Desain insentif berbasis capaian tridarma (bukan administratif)
2. Akses hibah riset inklusif bagi PTS dan dosen independen, dan
3. Skema jaminan sosial profesi dosen nasional, tanpa membedakan sumber gaji.
Membangun Kesetaraan, Bukan Hierarki
Sebagai peneliti independen dan ASN peneliti daerah, kami melihat bahwa keadilan profesi dosen adalah fondasi bagi mutu pendidikan nasional.
Negara tidak boleh memandang dosen swasta sebagai entitas sekunder dalam sistem pendidikan tinggi.
“Keadilan akademik harus dimulai dari pengakuan yang sama terhadap semua pendidik bangsa,” tutup
Ruben, “Karena di tangan mereka, generasi masa depan Indonesia sedang ditempa, bukan berdasarkan
status kelembagaan, tapi integritas dan pengabdian.”
Kini saatnya Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi meninjau ulang rancangan
kebijakan seperti Permen No. 23 Tahun 2025 agar visi pendidikan tinggi yang adil, inklusif, dan Muttaqin, “Determinants of unequal access to and quality of education in Indonesia.” bermartabat tidak berhenti sebagai jargon, tetapi diwujudkan sebagai sistem yang berpihak pada seluruh dosen Indonesia.(*)
| Darurat KDRT dan Kekerasan Remaja, Cermin Retaknya Sistem Kehidupan Sekular |
|
|---|
| Kesaktian Pancasila: Menyatukan Bangsa Lawan Darurat Hipertensi dan Diabetes |
|
|---|
| Bahasa Inggris: Tiket Masuk Dunia Global bagi Generasi Muda Indonesia |
|
|---|
| Bus Trans Palu: Ketika Roda Tak Berputar, Uang Rakyat Jangan Terus Dialirkan |
|
|---|
| Transformasi Sosial dalam Festival Sastra |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/palu/foto/bank/originals/Ruben-Cornelius-Siagian.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.