Apa Itu Toxic Relationship? Berikut Penjelasan dan Ciri-cirinya agar Anda Bisa Terhindar
Istilah toxic relationship ini biasanya dijumpai dalam konteks suatu hubungan, baik hubungan percintaan, pertemanan, bahkan antar rekan di kantor.
TRIBUNPALU.COM - Kerap kali kita mendengar istilah kata toxic relationship.
Istilah toxic relationship ini biasanya dijumpai dalam konteks suatu hubungan, baik hubungan percintaan, pertemanan, bahkan antar rekan di lingkungan kerja.
Lantas, apa sebenarnya arti toxic relationship itu?
Baca juga: Ariel Tatum Kampanyekan Kesehatan Mental Berdasarkan Pengalaman Pribadinya : Ini Penting Banget
Baca juga: Danlanal Palu Klaim Tragedi Tenggelamnya KRI Nanggala 402 Tak Pengaruhi Mental Anak Buahnya
Baca juga: 5 Manfaat Berkebun Skala Rumahan, Bisa Bantu Jaga Kesehatan Fisik hingga Mental
Dilansir Tribun Palu dari laman Satu Persen, toxic relationship adalah sebuah hubungan yang mencemari harga diri, pemikiran, kebahagiaan hingga perspektif diri saat memandang diri sendiri maupun lingkungan sekitar.
Toxic relationship memiliki jenis yang beragam.
Mulai dari adanya pemegang kendali dari sebuah hubungan, hingga menggantungkan diri kepada orang lain.
Lalu, apa saja ciri-ciri lingkungan pertemanan yang mengandung toxic relationship?
Baca juga: Jelang Persija Jakarta vs PSM Makassar, Sudirman Sebut Persiapan Mental Kedua Tim Bakal jadi Kunci
Baca juga: Melawan Stigma Kesehatan Mental, Psikolog: Stop Judging, Start Supporting
Baca juga: 3 Zodiak yang Dikenal Punya Mental yang Kuat, Leo Berwatak Keras, Capricorn Kuat Terima Cibiran

1. Selalu Berkompetisi
Sebuah hubungan pertemanan dikatakan sebagai toxic relationship apabila dilamnya terdapat rasa saling banding-membandingkan antara satu dengan yang lain.
Hal tersebut dibenarkan oleh Konten Kreator yang sering membahas kesehatan mental, Dimas Alwin.
Dalam unggahannya Instagramnya di @mudahbergaul, ia menurturkan jika kompetisi ini bisa berubah menjadi energi positif.
Namun apabila dilakukan secara berlebihan, maka akan menimbulkan perasaan insecure.
"Kompetisi bersifat memotivasi, tapi juga bisa bikin insecure kalau berlebihan," ujarnya dalam keterangan tertulis.
Baca juga: Psikolog Sebut Perhatian pada Kesehatan Mental di Palu Masih Rendah Pasca TrioBencana
Baca juga: Rafathar Ungkap Keengganannya untuk Shooting, Psikolog Anak: Biarkan Anak Senang Tanpa Ada Paksaan
Baca juga: Jangan Terjebak Lingkaran Depresi, Psikolog: Kesehatan Mental Harus Lebih Diperhatikan
2. Saling Menyalahkan
Masalah memang sering dijumpai dalam sebuah hubungan, baik pertemanan, persaudaraan atau bahkan antar pasangan.
Namun jika tidak ada yang mengalah, maka hubungan itu berada pada fase toxic.
Dimas mengatakan, tak hanya saling menyalahkan saja, tetapi juga saling menjatuhkan antara satu dengan yang lain.
"Saling nyalahin kalau ada masalah dan saling menjatuhkan,"
Tidak sampai disitu saja, toxic relationship juga tergolong susah untuk mengakui sebuah kesalahan.
Sehingga muncul kesulitan untuk meminta maaf.
Baca juga: Sosok Felicia Hutapea, Putri Hotman Paris yang Tegur Luna Maya di Medsos Bahas Gangguan Mental
Baca juga: Cara Cek Kesehatan Mental: Kapan Seseorang Harus Konsultasi ke Psikolog? Ini 7 Tanda Deteksi Dini
Baca juga: Berdampak pada Kesehatan Mental dan Mata, Berikut Bahaya Menatap Layar Komputer Terlalu Sering
3. Satu Pihak Mendominasi
Pemimpin memang dibutuhkan dalam sebuah kelompok pertemanan.
Hal ini bertujuan untuk menentukan pengambil keputusan tertinggi dalam suatu kelompok.
Namun jika terdapat satu pihak yang mendominasi dan tidak menoleransi orang lain, disitulah toxic relationship mulai berkembang.
"Semua harus ngikutin dia, nurutin dia," kata Dimas.
"Kalau nggak diturutin ngambek, marah terus nyindir-nyindir," sambung konten kreator yang juga alumni Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma Depok tersebut.
Baca juga: Apa Itu Depresi dan Bagaimana Cara Mengatasinya? Berikut Penjelasan Psikolog Analis Widyaningrum
Baca juga: Dampak Psikologis Pertanyaan Kapan Nikah Menurut Ustaz dan Psikolog
Baca juga: Kondisi Psikologis Seseorang saat Ditanya Kapan Nikah? Psikolog: Bisa Menimbulkan Stress
4. Membuat Tekanan
Tertekan dalam hal ini adalah rasa takut untuk berpendapat ataupun bertindak dalam lingkungan pertemanan.
Rasa takut ini muncul akibat adanya seseorang yang mendominasi hubungan tersebut.
Efek dari ketakutan akan memunculkan karakter orang lain pada diri Anda.
"Akhirnya harus pura-pura jadi orang lain yang bukan diri sendiri," pungkas dimas.
Dimas juga memberikan tips untuk menghadapi pertemanan yang toxic.
Beberapa yang bisa anda coba antara lain kemauan untuk melanjutkan atau mengakhiri hubungan, saling mengevaluasi dan menjaga jarak atau interaksi seperlunya saja.
(TribunPalu.com/Hakim)